Malam Bandung, beneran saya rindu rumah. Ini sudah masuk pekan kedua, dan kau tahu jarak ini tidak seperti saat kerja di Bantaeng. Pulang balik Bantaeng-Makassar yang tiba akhir weekend bisa meluncur pulang ke rumah.

Setahun di Bantaeng, kerja kontrak itu masih bisa dihitung berapa jarak yang ditempuh saat pulang pergi dalam sehari. Nah disini, Bandung, liat harga tiket plus perjalanan Jakarta-Bandung saja yang habiskan waktu tiga jam sudah mikir. Belajar (lagi) untuk bersabar. Rindu itu berat, ngasih ke Dilan buat nopang ngga akan sanggup dia. Hahahahahaha

Sore tadi, sepulang kampus, malas menggayut pulang ke asrama. Pengen keliling dulu, ngukur jalan. Namun tak ada tujuan. Jadilah jalur yang dilalui dari jalan Ganesha ke jalan Tamansari, jalan kaki. Liat Baltos, rasanya malas untuk mampir kesana.

Bahan bakar sudah sangat menipis, akhir bulan masih jauh dari jangkauan. Kalo fee yang didapat dari ngajar di kampus cuma dikali seberapa banyak SKS, terus ketemu bulan yang dikali nol, dan tak ada gaji pokok bulanan ataupun tunjangan plus lagi ngga punya saving juga.

Terus mo ngikutin nafsu diri liat makanan enak-enak atau baju-baju yang menarik. Hallooo, nangis atau teriak saja dalam hati. Bekal datang ke Bandung kali ini, itupun yang diberi dari prodi. Ngelirik ATM, well, nunggu hilal bulan depan. Dia sudah kosong duluan ???????????? jadi rindu rumah.

Di taman Dago liat Air mancur di sore hari, jalan kaki dari kampus karena bingung mo kemana. ???????????? #bandung #wisata #wisatabandung #travel #traveller #travelling #travelblogger #jalanjalan #blogger #explore #explorebandung

A post shared by Yhanthy Dech (@yhanthydech) on

Syukurlah, selama menjelajahi beberapa kota besar beberapa tahun kemarin semisal beberapa kali ke  Jakarta, Surabaya-Malang, lalu sekali ke Batam, Bandung dan dan dua kali ke Bali ataupun keliling kabupaten Sulawesi Selatan, semua adalah anugerah, anugerah. Gratis, pakai banget. Meski hanya tiga hari, ataupun berminggu. Biaya hidup dan biaya jalan-jalan semua ditanggung. Itu juga karena kerjaan. Dan kalaupun ada sisa itu bisa beli oleh-oleh buat orang tua. Kalau pakai biaya sendiri terus mo kesana kemari, alokasinya ngga pernah ada untuk menikmati sisi lain dari pekerjaan yang dilakoni. Alhamdulillah, rejeki itu ada saja jalannya.

Akhirnya setelah ngga tahu mo kemana, meski liat papan penunjuk arah ke Gedung Sate, langkah terhenti dan singgah di Taman Dago sambil liat air mancur. Ada bapak dan ketiga anaknya lagi senang-senang. Sesekali bapaknya mengarahkan si anak untuk mengambil gaya di depan huruf tulisan besar, entah itu huruf D, ataukah G. Mungkin inisial nama si anak, ada juga remaja atau mahasiswa yang lagi bermain di air mancur  sambil sesekali memercikkan air dan menutup lubang keluarnya. Tekanan air yang keluar dari bawah bisa mencapai satu meter lebih, dan lalu silih berganti muncul ke permukaan. Tawa itu terdengar gembira.

Waktunya pulang, adzan maghrib sudah terdengar setelah bertanya pada perempuan muda yang lagi mengaji tak jauh dari tempat saya duduk kemana arah pulang ke jalan bukit  Dago. Langkah kaki  melanjutkan perjalanan akhirnya mengalah dan naik angkot di jalan Ganesha saat angkot itu berhenti tanpa dikomandoi.

Bandung, 19 Juli 2018

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *