Berpergian Sendirian, Cemas Tentu Saja

Berpergian Sendirian, Cemas Tentu Saja

Semalam hujan turun membasahi Cengkareng, saat pesawat sudah merapat menyentuh bumi.

Cuaca dingin begitu terasa di dalam pesawat, sesekali jaket jeans yang saya kenakan berada dalam dekapan erat-erat, jejeran kursi penumpang berisi penumpang yang entah dari mana asalnya dan akan kemana terlihat tertidur lelap beberapa diantaranya. Malam itu, penerbangani terakhir mengisi penuh pesawat yang membawa kami dari Makassar ke Jakarta. Ahad, 14 Oktober 2018.

Suasana di balik jendela pesawat, hujan turun dengan derasnya

Ini kali kedua, saya melakukan perjalanan di malam hari seorang diri dan dengan berbekal Bismillah. Semoga selamat tiba di tempat tujuan. Yang pertama, perjalanan dari Bandung ke Jakarta pada pukul 9 malam di bulan Juli 2018 dengan kondisi “buta-buta” arah menggunakan bus yang berbeda dari arahan teman, karena rutenya sudah tak ada.

Jadilah naik bus lain dan mencoba mengakrabi seorang perempuan paruh baya dengan bertanya sambil memperlihatkan alamat yang saya tulis di balik buku kalo-kalo handphonenya lowbet dan mati total, itupun saran dari teman yang hendak saya kunjungi tempo hari.

Dan sekarang, malam ini saya menemui permasalahan yang sama. Tak tahu akan naik apa. Bingung. Meski sebelum berangkat ke Jakarta sudah menghubungi Mina mengenai angkutan travel atau bus yang akan saya gunakan. Nomor kontak travel di Jakarta yang dihubungi tak tersambung.

Dan sepanjang perjalanan di pesawat yang menghabiskan waktu 2 jam lebih, mata tak kunjung bisa tidur terlelap, buku bacaan yang menyertai tak kunjung habis dibaca, majalah yang tadinya ada di depan kursi hanya bisa dibolak balik dibaca sekilas mata.

Di jejeran kursi yang saya duduki, di sampingku duduk seorang pemuda yang saya tak kenal, sedang memegang handphone dan dari hp itu terlihat kalo dia sedang mendengarkan lantunan ayat Al Qur’an. Dia tertidur dengan lelapnya. Badannya memenuhi seluruh kursi dan membuatku tak nyaman untuk bersandar.

Hanya saya, yang menutup mata dan mencoba untuk menenangkan hati. Semoga penerbangan ini cepat sampai tujuan ????

Kebingungan menyeruak kembali saat akan menuju ke tempat tujuan, sebelum turun dari pesawat, saya menanyakan ke salah seorang penumpang yang sederet, transportasi yang bisa digunakan untuk ke Bandung. Tapi sayang, jawabannya tak memuaskan. tahulah kalo rute ke Bandung menggunakan moda transportasi online begitu mehong. Bus atau travel yang bisa dipakai tak tahu apa masih ada yang bisa digunakan malam itu.

Jam sudah menunjukkan pukul 22.35 malam, saat saya meninggalkan tempat pengambilan bagasi dan menuju ke luar menghirup udara Jakarta yang seakan-akan gerlap lampu di area luar terminal mengucapkan welcome back again.

Menengok ke sekeliling, semoga bisa mendapatkan pencerahan, berjalan lurus ke perhentian bus, namun tak dapat jawaban dari diri sendiri. Akhirnya bertanya ke mas yang bertugas sebagai cleaning service bandara.

Mas, untuk sampai ke Bandung, itu bisa naik apa?

Masnya menjawab: bisa naik bus Primajasa, mba ke arah kanan saja dan terus nanti ada counternya di sebelah kiri.

Terimakasih ucapku sambil menuju arah yang dituju.

Masih dengan keresahan, apakah naik bus atau transportasi lain. Sepanjang jalan menuju terminal ada petunjuk arah stasiun kereta api. Menengok kembali aplikasi traveloka namun jadwal kereta api sudah tak ada pada jam segini, apalagi subuh. Sudah habis.

Di depan counter, dua perempuan muda sedang membeli tiket juga untuk ke Bandung. Dari balik kaca saya bertanya meski jawaban sudah ada.

Ini busnya arah ke Bandung yah pak? Ia, jawab bapak petugas di samping saya sambil menunjukkan tulisan Bandung.

Sayapun mengeluarkan duit sebesar 115K untuk satu orang, Bapak si petugas menanyakan nama dan no handphone. Dan bapak yang tadi menjawab pertanyaan saya yang di sebelah saya seakan menenangkan hati, busnya aman kok mba, katanya sambil tersenyum. Tiketpun sudah di tangan.

Kali ini duduk di sepanjang perjalanan ke Bandung, alhamdulillah hati nyaman. Kursi di sampingku tak terisi, di jejeran kursi yang saya tempati, dua perempuan tadi yang juga memesan tiket. Sampai di terminal Caringin, sayapun melanjutkan perjalanan ke Dago menggunakan aplikasi online. Sayup-sayup suara adzan terdengar di waktu subuh dengan udara Bandung yang membuat badan masih ingin menarik selimut untuk tertidur lelap.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *