Menjelajahi Taman Hutan Raya

Taman Hutan Raya akhirnya kesampaina juga setelah sebelumnya saling balas komentar dengan Pak Yo di instagram setelah saya memposting foto lagi berada di Taman Dago di Jumat sore.

“Naik terus ke atas arah utara Yhanthydech biar sampai di THR Ir. H. Juanda”

“Ntar saya hilang pak, susah nyari yang kayak saya :D”, balasku.

Agenda ini ternyata sudah dijadwalkan Pak Komang dan dosen pembina lainnya. Sebenarnya saya ngga paham saat pak Yo, bilangnya THR. Malu, kalo nanya balik, THR itu apa pak Yo???

Agenda ini bagiku sebagai penawar rindu rumah.

Taman Hutan Raya Bandung

Dan di sinilah saya berada, THR atau Taman Hutan Raya Bandung, dengan drama pagi-pagi angkutan mobilnya nyasar. Mobil melaju terus lalu mengambil sisi kiri dari jalan Bukit Dago, karena jalur yang diambil keliru sehingga harus memutar kembali, salah arah. Komitmen awal semua harus berada pukul 6 pagi tapi kami molor dan sampai pukul 6.30.

Belum lagi pada saat nyampai di Tahura, salah titik ngumpul, berbelok ke kanan setelah melewati jembatan dari pintu gerbang utama. Sedangkan dosen pembina dan teman-teman lainnya sudah berada di Monumen Ir. H. Juanda yang jalurnya setelah melewati jembatan berbelok ke kiri.

Tanaman langka

Dokumentasi Pribadi

Sepanjang jalan, edukasi dimulai dari tanaman tinggi, pohon mahoni dengan bahasa latinnya, tanaman langka lainya dan kisah yang diceritakan oleh dosen pembina. Anggukan, ooo dan ekspresi paham ataukah tidak paham kadang terlihat. Seperti saya, yang tidak memahami tentang topografi pegunungan, dan juga tentang nama latin tanaman. Baca baca dan baca.

Yuk jalan

Dokumentasi: Khamadi

Penjelasan tentang Tahura

Picture : Khamadi

Melalui jalan yang menanjak dan turun, kami sudah berada di depan Goa Jepang. Goa ini berada di tebing yang dibangun sejak tahun 1942-1945 yang penggunaannya untuk penyimpanan amunisi, logistik dan komunikasi radio selama menjajah Indonesia. Jika, akan masuk ke dalamnya siapkan senter atau pencahayaan dari HP.

Ternyata dosen pembina sudah menyiapkan senter, dan memandu kami memasuki Goa Jepang, setelah memasuki Goa beberapa beberapa meter dari mulut goa, tiba-tiba teman yang sudah di depan terhenti. Bertanya ada apa?? Tawa kami tiba-tiba pecah. Padahal semuanya benar-benar siap, meyakinkan sekali saat kami sudah masuk dan oh ternyata oh ternyata. Goanya buntu. 😀 😀 😀

Memasuki Goa Jepang

Picture: Khamadi

Baca juga: Pembekalan Dosen Magang

Di depan Pintu Goa Jepang

Picture : Khamadi

Lalu, kami memasuki goa lainnya. Berharap tidak ada kejadian seperti di awal tadi. Buntu. Di dalam goa, ada juga makhluk lain seperti kelelawar yang menggantung di atap goa, gema suara terdengar karena suara yang kami timbulkan. Kiri kanan, terlihat gelap, jika tak membawa senter, ada penyewaan senter yang disediakan. Jadi, ngga usah takut gelap. Yang tidak enak kalau masuknya sendirian, itu akan melatih spot jantung.

Menyusuri Goa Jepang

Picture : Khamadi

Perjalanan dilanjutkan sampai di Goa Belanda, yang mulanya dibangun sebagai terowongan PLTA Bengkok oleh Belanda tahun 1912 dan memperkuat aktifitas kegiatan militernya. Memasuki area ini, terlihat pagar dan plang nama yang menjelaskan awal mula Goa Belanda, sudah banyak pengunjung lain yang sedang menikmati pemandangan tebing-tebing tinggi dan suasana yang dingin. Ada pula penyewaan jika ingin menikmati sensani naik kuda dan di pintu masuk Goa, begitu juga penyewaan senter. Ada juga warung makan atau yang menjual cemilan.

Naik Kuda

Dokumentasi: Khamadi

Saat memasuki Goa Belanda, suasana masuknya tidak seperti saat memasuki Goa Jepang. Di lantai, masih terlihat jalur-jalur rel yang digunakan mengangkut persediaan meski sudah hampir menyatu dengan tanah, dan ada jalur instalasi listrik yang sudah tak terpakai.

Melalui Goa Belanda, perjalanan dilanjutkan untuk sampai Maribaya melalui Goa Belanda. Ada jalur lain, tapi itu jalan memutar. Nah, disinilah awal mula perjalanan yang menantang itu. Mengapa demikian, jalur yang dinaiki benar-benar menanjak dan menurun. tracking yang dilalui para gowes juga terlihat cukup seru meski tidak curam.

Setiap tanjakan yang dinaiki akan berakhir dengan warung makan. Jadi, kalau belum bertemu warung makan, maka siapkanlah diri untuk terus menanjak naik. Pilihan hanya ada dua, tertinggal atau melanjutkan perjalanan. Karena pulang kembali ke titik awal sama saja tidak melakukan apa-apa.

Goa Belanda

Dokmentasi Pribadi

 

Masih terus mendaki dan menikmati suasana pagi, terasa keringat sudah keluar dan membasahi punggung, padahal, betis sudah berteriak. Semangat teman-teman memberikan dorongan untuk tetap melanjutkan perjalanan. Dan akhirnya, kami sampai di air Terjun Curug Omas.

Di sepanjang perjalanan yang dilewati ada papan informasi yang dibuat, namun sayangnya beberapa dari mereka sudah rusak dan pecah, ternyata jiwa vandalisme merusak apa yang ada itu ada. Kesadaran memiliki dan melestarikan masih kurang, yah wajarlah jika masih ada kalimat pengingat yang di tempatkan di sudut-sudut yang terlihat.

Bertemu kera di area Maribaya, lalu menurun ke bawah ke Air terjun Curug Omas, kembali menanjak dan beristirahat di rerumputan area setelah disodorkan penyewaan karpet yang jarak perjalanan dari titik awal ngumpul sekitar 10 km setelah bertanya ke pak Salim yang menunjukkan jarak yang sudah dilalui dari HPnya 9,3 km. Satu demi satu bekal keluar, roti yang pagi ini dijadikan sarapan. Istirahat sampai waktu menunjukkan pukul 11 siang. Dan kembali melanjutkan perjalanan melalui arah yang sama. Pegal itu masih terasa, ngos-ngosan menaiki rjalanan pulang. Lalu, di perjalanan menuju gerbang pintu keluar bertemu wisatawan. Entah, dan tak tahu pastinya. Wajahnya tertutup cadar namun, kakinya terlihat tanpa balutan kain.

Istrahat sejenak di Maribaya

Waktunya makan siang, di pintu gerbang keluar Taman Hutan Raya sudah menunggu dosen pembina dan teman-teman dosma lainnya. Angkot atau kalo di Makassar namanya pete-pete yang kami tumpangi mengarah perjalanan ke Lembang ke warung makan ayam Brebes.

Meski sudah di Lembang dan beberapa teman berencana untuk main, pilihan hari itu hanya pulang ke asrama, padahal saat meninggalkan Dago-Maribaya, semangat-semangatnya mo eksplore Lembang, tapi setelah makan siang rencana berubah masih ada waktu untuk mengekplore Bandung-Lembang. Ditahan aja dulu, sambil menunggu amunisi terisi kembali.

Infografis TAHURA

Berminat ke tempat Taman Hutan Raya Bandung, siapkan bekal dan semangat 45. Banyak spot yang bisa di eksplore, mau masuknya melalui dari Dago ataukan dari kabupaten Bandung. Biaya tiket masuk ke Tahura untuk wisatawan lokal 15,000 rupiah perorang sedangkan wisatawan asing 55,000 rupiah perorang. Di depan loket, sudah tertera berapa biaya yang harus dikeluarkan dijika dikali berapa pengunjung yang akan masuk.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *